Di
negara yang menganut sistem demokrasi, kita sebagai warga sipil
mempunyai hak yang sama dalam menentukan pemimpin daerah, terlepas dari
apapun jabatan atau gelarnya karena di alam demokrasi hak dan daulat
rakyat sebagai esensi dalam berpolitik.
Pasca Reformasi 1998 semua warga sipil menikmati hajat demokrasi secara langsung.
Namun yang menjadi persoalan berikutnya adalah apakah kita (pemilih) sudah melakukan penilaian untuk para calon pemimpin kita ?
Pertanyaan yang sederhana Namun sangat menggelitik bagi kita. Pertanyaan ini sebagai bentuk auto kritik kepada kita dalam menetukan pemimpin kedepanya.
Karena sangat ironis memang ketika seorang professor yang menilai calon
pemimpin berdasarkan analisa, track rechord, peran, kemampuan dan
kredibiltas seorang calon berbanding lurus dan sama dengan seorang yang
memilih pemimpin yang mudah dimobilisasi dengan iming-iming "materi"
keduanya sama berjumlah 1 (satu) suara.
Secara
prinsip demokrasi memang dibenarkan atas nama kesetaraan namun secara
moral tentu ini sangat melukai kita dalam ber-demokrasi.
Tidak berhenti sampai disitu, Problem kita berdemokrasi dan berikutnya yang menjadi cacatan kita dalam berdemokrasi ialah persoalan sicalon pemimpin tersebut.
Karena
di alam demokrasi baik setan (koruptor) maupun malaikat (orang bersih)
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemenang.
Tugas
kita selaku pemilih adalah bagaimana si setan tersebut jangan sampai
menjadi pemenang dalam setiap kontestasi pemilihan pemimpin baik tingkat
presiden, gubernur maupuan walikota atau bupati.
Problem diatas tentu hal yang lumrah atau masalah klasik yang ada dilingkungan sekitar kita dalam berdemokrasi.
Namun,
apakah semua ini tidak bisa kita rubah. Kekhawatiran saya berlanjut,
justru ada sebuah pertanyaan dalam hati kecil saya, “Apakah ini
merupakan identitas bangsa Indonesia berdemokrasi? atau apakah kita
masih premature untuk berdemokrasi?”.
(Re)Solusi :
Dapat
disimpulkan bahwa penyakit dalam setiap Pemilu atau Pilkada ada dua,
pertama ada di kita sebagai pemilih dan kedua pada si calon pemimpin.
Sederhana
bagi saya, jawaban yang sangat relevan dan memungkinkan untuk
meminimalisir bahkan menghilangkan praktek-praktek haram dalam
berdemokrasi ialah kuncinya ada pada pemilih terutama pemilih muda.
Mari
kita lihat trailer sejarah bangsa Indonesia dimana disetiap hela nafas
pergerakan pasti selalu ada pemuda sebagai penggerak dimanapun dan
dalam tragedi apapun selalu ada peran pemuda.
Tentu
kita masih hafal dengan tekad pemuda pada 1928 yang menyatakan bahwa
kita adalah satu kesatuan dari tanah air, bangsa, dan bahasa dan tragedi yang cukup mengguncangkan itu dipelopori oleh M.Yamin dkk (pemuda pada masa itu).
Indonesia
yang dulunya hanya sebuah bangsa imajinasi kemudian dapat diwujudkan
dengan adanya proklamasi pada 1945 yang dipelopori sang Proklamator
Soekarna-Hatta
dan
dibelakang mereka tak lepas juga ada peran sekelompok pemuda. Belum lagi banyak
beberapa peristiwa penting di bangsa ini seperti reformasi 1998 dan lain
sebagainya.
Konteks
hari ini pemuda tidak perlu lagi mengangkat senjata atau aksi/unjuk
rasa mengerakan massa kemudian berbenturan dengan aparat keamanan
sehingga mengakibatkan kerugian fisik maupun psikis.
Jadi
lah kita sebagai pemuda yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan bangsa
sesuai dengan zamannya. Indonesia pada hari dihadapkan dengan pilkada
serentak yang dibutuhkan bangsa kita tentunya mengawal Pilkada dengan
cara menjadi pemilih yang cerdas dan mengkampanye kan cara memilih yang
cerdas kepada umat.
Hemat saya peran pemuda merupakan kewajiban atau fardu’ain
Untuk
mencerdas kan bangsa. Karena pemuda merupakan asset bangsa yang
berharga.Karena di tangan para pemuda lah bangsa ini diterus kan dan
ditentukan.
Untuk menjadi pemilih yang cerdas marikita gunakan cara-cara
ilmiah dalam menetukan calon pemimpin masa depan. Dimana cara ilmiah
itu kita dapatkan dari pengalaman, track record, kredibilitas calon
pemimpin bukan pada banyak tidak nya materi yang ia beri kepada kita. Betapa tidak terhormatnya kita sebagai pemilih hanya dihargai dengan beberapa materi yang sifatnya sementara dalam waktu yang sangat singkat.
Pemilih
cerdas haruslah visioner dalam menentukan pemimpin masa depan. Bagi
saya pemimpin yang cerdas bukan banyaknya Quote dari para pahlawan atau tokoh-tokoh dunia yang
ia ucapkan dalam berorasi tetapi pemimpin yang cerdas ialah dia yang mampu mengakomodir semua kepentingan golongan dan mampu menyelesaikan masalah
yang rumit dengan cara yang sederhana.
Oleh : MK. Ulumudin
Komisioner Panwascam Kronjo Kabupaten Tangerang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar